Yesus Menangis

Lalu menangislah Yesus (Yoh. 11:35)

Bacaan: Yoh. 11:17-37

Setahun: Ul. 5-7; Mrk. 11:1-18

Seorang teman yang putrinya tewas dalam kecelakaan mobil pada bulan Mei 2005 berkata kepada saya, “Saya memang mudah menangis sebelum kecelakaan Natalie …. Namun, kini saya selalu menangis. Kadang air mata mengalir begitu saja.”

Siapa pun yang pernah mengalami tragedi pribadi sepedih itu akan memahami apa yang dikatakannya.

Salahkah bila kita menangis? Ataukah kita memiliki bukti alkitabiah untuk menyatakan bahwa menangis itu wajar?

Yesus memberi jawabannya kepada kita. Lazarus, sahabatnya, meninggal. Ketika Yesus tiba di rumah saudara-saudara perempuan Lazarus, mereka dikelilingi oleh teman-teman yang datang untuk menghibur. Yesus melihat Maria, Marta, dan teman-temannya berkabung. Demikian pula dengan Dia. Karena berbela rasa dengan mereka, “menangislah Yesus” (Yoh. 11:35).

Kesedihan, air mata, dan dukacita merupakan hal yang umum bagi setiap orang di dunia ini—bahkan bagi Yesus. Air mata-Nya menyatakan bahwa air mata “yang begitu saja mengalir ke luar” itu wajar. Dan hal itu mengingatkan kita bahwa air mata dukacita akan lenyap di dalam kekekalan karena “maut tidak akan ada lagi; tidak akan ada lagi perkabungan, atau ratap tangis, atau dukacita” (Why. 21:4).

Ketika Allah menghapus segala pengaruh dosa, Dia akan menghapus air mata. Ini adalah satu alasan lagi bagi kita untuk menantikan kekekalan —JDB

Tuhan akan menghapus air mata;

Tiada maut, sakit, takut terasa,

Dan waktu terus secercah pagi,

Sebab malam tak ada lagi. –Clements

SURGA—TIDAK AKAN ADA LAGI DUKACITA, KEGELAPAN, MAUT, DAN RATAP TANGIS

——————————————————————————–

Yoh. 11:17-37

11:17 Maka ketika Yesus tiba, didapati-Nya Lazarus telah empat hari berbaring di dalam kubur.

11:18 Betania terletak dekat Yerusalem, kira-kira dua mil jauhnya.

11:19 Di situ banyak orang Yahudi telah datang kepada Marta dan Maria untuk menghibur mereka berhubung dengan kematian saudaranya.

11:20 Ketika Marta mendengar, bahwa Yesus datang, ia pergi mendapatkan-Nya. Tetapi Maria tinggal di rumah.

11:21 Maka kata Marta kepada Yesus: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.

11:22 Tetapi sekarangpun aku tahu, bahwa Allah akan memberikan kepada-Mu segala sesuatu yang Engkau minta kepada-Nya.”

11:23 Kata Yesus kepada Marta: “Saudaramu akan bangkit.”

11:24 Kata Marta kepada-Nya: “Aku tahu bahwa ia akan bangkit pada waktu orang-orang bangkit pada akhir zaman.”

11:25 Jawab Yesus: “Akulah kebangkitan dan hidup; barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan hidup walaupun ia sudah mati,

11:26 dan setiap orang yang hidup dan yang percaya kepada-Ku, tidak akan mati selama-lamanya. Percayakah engkau akan hal ini?”

11:27 Jawab Marta: “Ya, Tuhan, aku percaya, bahwa Engkaulah Mesias, Anak Allah, Dia yang akan datang ke dalam dunia.”

11:28 Dan sesudah berkata demikian ia pergi memanggil saudaranya Maria dan berbisik kepadanya: “Guru ada di sana dan Ia memanggil engkau.”

11:29 Mendengar itu Maria segera bangkit lalu pergi mendapatkan Yesus.

11:30 Tetapi waktu itu Yesus belum sampai ke dalam kampung itu. Ia masih berada di tempat Marta menjumpai Dia.

11:31 Ketika orang-orang Yahudi yang bersama-sama dengan Maria di rumah itu untuk menghiburnya, melihat bahwa Maria segera bangkit dan pergi ke luar, mereka mengikutinya, karena mereka menyangka bahwa ia pergi ke kubur untuk meratap di situ.

11:32 Setibanya Maria di tempat Yesus berada dan melihat Dia, tersungkurlah ia di depan kaki-Nya dan berkata kepada-Nya: “Tuhan, sekiranya Engkau ada di sini, saudaraku pasti tidak mati.”

11:33 Ketika Yesus melihat Maria menangis dan juga orang-orang Yahudi yang datang bersama-sama dia, maka masygullah hati-Nya. Ia sangat terharu dan berkata:

11:34 “Di manakah dia kamu baringkan?” Jawab mereka: “Tuhan, marilah dan lihatlah!”

11:35 Maka menangislah Yesus.

11:36 Kata orang-orang Yahudi: “Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!”

11:37 Tetapi beberapa orang di antaranya berkata: “Ia yang memelekkan mata orang buta, tidak sanggupkah Ia bertindak, sehingga orang ini tidak mati?”

Barang Milikku yang Paling Berharga Adalah Kamu

Aku sangat menyukai ucapan mama : “Barang milikku yg paling berharga adalah
kamu!” Ucapan yang sangat menyejukkan hati. dan sampai sekarang aku masih
mengingatnya terus!

Papa dan mama menikah karena dijodohkan orang tua, demikianlah yg dialami
para muda-mudi dizaman itu, tapi hal ini sudah umum, tapi dizaman sekarang
peristiwa itu sudah jarang terjadi, kebanyakan adalah hasil pilihan sendiri.
Tapi mama sangat mencintai papa, demikian juga dg papa dan tampak selalu
mesra, akur bagaikan pasangan cinta sejoli.
Sangat sulit dibayangkan bahwa pernikahan mereka pernah diterjang badai!
Badai itu nyaris memisahkan mereka. hanya karena emosi sesaat saja!
Papa dan mama bekerja diinstansi yg sama, oleh karena itu setiap hari
berangkat dan pulang bersama. Suatu hari mereka kerja lembur, mengadakan
stock opname digudang, hingga pukul 2.00 dinihari dan baru pulang kerumah.

Papa sangat letih dan lapar, sampai dirumah tidak ada makanan maupun minuman
yg siap disaji. Papa yg lapar minta mama untuk menyiapkan makanan dan minuman.
Beberapa hari belakangan ini emosi mama memang tidak stabil, ditambah lagi
dg adanya lembur, badan dan pikiran sungguh melelahkan, sehingga dg kondisi
yg labil itu, mama spontan menjawab dg nada keras, ” mau makan dan minum,
memangnya tidak bisa masak sendiri? Apa tidak punya tangan dan kaki lagi,
ya?”

Karena papa juga terlalu capek, dan langsung menjawab dg acuh tak acuh, ”
kamu ini isteriku, memasak adl sudah menjadi kewajibanmu! ”

Mama langsung merespon, “tengah malam begini mau masak apa? Sudah lewat
waktunya makan, orang laki seharusnya lebih kuat dari pada perempuan!”

Mendengar itu, marahlah papa, beliau langsung berteriak dg emosi, “kamu
salah makan obat apa kemarin? Mau sengaja cari ribut,ya? Istri memasak untuk
suami adalah wajar, kenapa harus tergantung pada waktu? Kamu tidak senang,
ya? Kalau tidak senang, kamu pergi saja sekarang dari rumah ini!!!”

Mama tidak menyangka akan menerima reaksi yg begitu keras. Setelah terdiam
sesaat, mama kemudian berkata sambil menitikkan air mata, “kamu ingin aku
pergi……. .aku akan pergi sekarang!”
Mama segera kembali kekamar untuk mengemasi barang2nya.

Melihat mama masuk kamar dan berkemas-kemas, papa berkata kepada mama yg
membelakanginya, “bagus! Pergi sana !Ambil semua barang2mu dan jangan
kembali lagi!”

Beberapa saat kemudian suasana menjadi sunyi senyap, tak ada kata2
kebencian
lagi yg muncul, menit demi menit berlalu, tapi mama tetap tak kunjung
keluar dari kamar. Merasakan keanehan itu, papa kemudian menyusul masuk
kamar dan melihat mama sedang duduk diranjang penuh dengan linangan air
mata. Sambil menatap koper kulit besar yg masih tergeletak diatas ranjang.
Melihat papa datang, dg ter-isak2 mama berkata, “duduklah diatas koper kulit
itu, supaya aku boleh mengenang masa2 perpisahan kita yg terakhir.”

Merasa aneh, maka dengan sendu papa akhirnya tidak tahan juga untuk tidak
bertanya, ” “untuk apa?”

Sambil menangis dg ter-putus2 mama berkata, “emas dan perak aku tidak
memilikinya, ” tapi milikku yang paling berharga adalah kamu!” Kamu dan
anak2ku, aku tidak memiliki apapun….”

Meskipun kejadian itu telah lewat lama sekali, tapi aku masih mengingatnya
terus sampai sekarang. Apalagi ketika mama mengucapkan kata2 terakhir itu,
papa merasa sangat tergoncang, sejak malam itu, papa telah diubah dan telah
menjadi sangat hormat dan sayang kepada mama. Menggandeng tangan anak2,
merangkul mama serta senantiasa saling berpelukan. Kelak aku juga
bercita-cita ingin mendapatkan pasangan yg seperti papa.

Kehidupan apapun yg kita jalani ini, itu tidaklah penting; tapi yg
terpenting adl bagaimana sikap kita dalam menghadapi hidup ini, terutama
disaat-saat badai itu muncul.”

“Jikalau Engkau Percaya Engkau Akan Melihat Kemuliaan Allah?”

(Dan 13:1-9.15-17.19-30; Yoh 11:1-45)
“Maka masygullah pula hati Yesus, lalu Ia pergi ke kubur itu. Kubur itu adalah sebuah gua yang ditutup dengan batu. Kata Yesus: “Angkat batu itu!” Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada-Nya: “Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati.” Jawab Yesus: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?” Maka mereka mengangkat batu itu. Lalu Yesus menengadah ke atas dan berkata: “Bapa, Aku mengucap syukur kepada-Mu, karena Engkau telah mendengarkan Aku. Aku tahu, bahwa Engkau selalu mendengarkan Aku, tetapi oleh karena orang banyak yang berdiri di sini mengelilingi Aku, Aku mengatakannya, supaya mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: “Lazarus, marilah ke luar!” Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi.” Banyak di antara orang-orang Yahudi yang datang melawat Maria dan yang menyaksikan sendiri apa yang telah dibuat Yesus, percaya kepada-Nya” (Yoh 11:38-45), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   “Untung dan bersyukur hari itu saya tidak jadi pergi ke Yogya dengan pesawat Garuda”, demikian kurang lebih beberapa komentar/reaksi terhadap musibah terbakarnya pesawat Garuda di Adisucipta-Yogyakarta 7 Maret yang lalu, sebagaimana diberitakan dalam berbagai media. Orang yang bersangkutan kiranya semakin bersyukur dan beriman kepada Allah alias ‘melihat kemuliaan Allah’. “Lazarus sudah mati; tetapi syukurlah Aku tidak hadir pada waktu itu, sebab demikian lebih baik bagimu, supaya kamu dapat belajar percaya” (Yoh 11:14-15), demikian kata Yesus terhadap para rasul. Para rasul kiranya belum percaya sepenuhnya bahwa Yesus adalah Almasih, Allah yang memiliki kuasa untuk menyembuhkan orang sakit dan membangkitkan orang mati. Dengan muzijat kebangkitan Lazarus dari mati, yang dilakukan oleh Yesus,  baik para rasul maupun orang-orang lain yang menyakasikannya menjadi percaya kepada Yesus dan semakin memuliakan Allah. Peristiwa ini kiranya baik kita jadikan cermin bagi kita untuk mawas diri. Dalam hidup sehari-hari kiranya banyak hal atau peristiwa luar biasa terjadi tiba-tiba atau tak terduga sebelumnya, yaitu ‘penyembuhan’ atau ‘kebangkitan’ saudara-saudari kita dari kelemahan maupun kelesuan. Hemat saya jika kita ber- positive thinking terhadap sesama dan lingkungan hidup kita kiranya kita akan mampu melihat muzijat-muzijat, karya agung Allah dalam ciptaanNya yang lemah dan rapuh, entah dalam diri manusia, binatang maupun tumbuh-tumbuhan/tanaman. Sebagai contoh: semalam suntuk kita tertidur pulas tidak tahu apa yang terjadi di sekitar kita dan dalam diri sesama kita, namun Allah senantiasa berkarya dalam diri mereka untuk memperbaharui, termasuk diri kita sendiri juga diperbaharui. Bukankah begitu terbangun dari tidur kita merasa segar dan melihat sesama dan lingkungan menjadi lain, semakin segar juga. Maka baiklah setiap pagi kita berdoa/berseru: “Tak berkesudahan kasih setia TUHAN, tak habis-habisnya rahmat-Nya, selalu baru tiap pagi; besar kesetiaan-Mu” (Rat 3:22-23)
·   “Aku terdesak sekeliling. Sebab jika hal itu kulakukan, niscaya mati menanti aku. Jika tidak kulakukan, maka aku tidak lolos dari tangan kamu. Namun demikian lebih baiklah aku jatuh ke dalam tangan kamu dengan tidak berbuat demikian, dari pada berbuat dosa di hadapan Tuhan.”(Dan 13:22-23), demikian kata Susana kepada kedua orang tua-tua yang akan memperkosa karena cinta birahi kepadanya. Susana berteriak keras menghadapi kedua orang tersebut sehingga tidak terjadi apa-apa, Susana tidak digauli oleh kedua orang tua tersebut. Kisah Susana yang dirayu dan digoda ini kiranya boleh menjadi pelajaran bagi rekan-rekan perempuan, lebih-lebih para gadis, ketika menghadapi ancaman untuk diperkosa. Baiklah sebelum laki-laki atau pemuda bertindak segeralah berteriak sekeras mungkin, sehingga ‘membangunkan/membangkitkan’ orang-orang di sekitar untuk membantu dan melindungi anda. Kiranya orang-orang baik lebih banyak di sekitar anda, dan jangan malu-malu untuk berteriak dan minta tolong. Sebaliknya kami berharap hendaknya rekan perempuan, lebih-lebih para gadis, tidak menimbulkan batu sandungan dengan penampilan diri yang merangsang laki-laki, melainkan menghadirkan diri dengan sopan dalam berpakaian maupun omongan, apalagi ketika sedang sendirian di jalan dst..   Demikian juga hendaknya tidak memakai hiasan-hiasan yang memancing penjahat, maklum para penjahat mungkin pertama-tama hanya tertarik hiasan (kalung, gelang dst..), namun nafsu birahinya dapat muncul ketika mendekati anda. Bantulah rekan-rekan lelaki untuk tidak jatuh ke perbuatan dosa dengan penampilan atau kehadiran diri yang tidak memancing ke perbuatan-perbuatan jahat/dosa.
“TUHAN adalah gembalaku, takkan kekurangan aku. Ia membaringkan aku di padang yang berumput hijau, Ia membimbing aku ke air yang tenang; Ia menyegarkan jiwaku. Ia menuntun aku di jalan yang benar oleh karena nama-Nya. Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku; gada-Mu dan tongkat-Mu, itulah yang menghibur aku.” (Mzm 23:1-4)

“Barang Siapa Menuruti FirmanKu Tidak Akan Mengalami Maut Sampai Selamanya”

(Kej 17:3-9; Yoh 8:51-59)
“Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya.” Kata orang-orang Yahudi kepada-Nya: “Sekarang kami tahu, bahwa Engkau kerasukan setan. Sebab Abraham telah mati dan demikian juga nabi-nabi, namun Engkau berkata: Barangsiapa menuruti firman-Ku, ia tidak akan mengalami maut sampai selama-lamanya. Adakah Engkau lebih besar dari pada bapa kita Abraham, yang telah mati! Nabi-nabi pun telah mati; dengan siapakah Engkau samakan diri-Mu?” Jawab Yesus: “Jikalau Aku memuliakan diri-Ku sendiri, maka kemuliaan-Ku itu sedikit pun tidak ada artinya. Bapa-Kulah yang memuliakan Aku, tentang siapa kamu berkata: Dia adalah Allah kami, padahal kamu tidak mengenal Dia, tetapi Aku mengenal Dia. Dan jika Aku berkata: Aku tidak mengenal Dia, maka Aku adalah pendusta, sama seperti kamu, tetapi Aku mengenal Dia dan Aku menuruti firman-Nya. Abraham bapamu bersukacita bahwa ia akan melihat hari-Ku dan ia telah melihatnya dan ia bersukacita.” Maka kata orang-orang Yahudi itu kepada-Nya: “Umur-Mu belum sampai lima puluh tahun dan Engkau telah melihat Abraham?” Kata Yesus kepada mereka: “Aku berkata kepadamu, sesungguhnya sebelum Abraham jadi, Aku telah ada.” Lalu mereka mengambil batu untuk melempari Dia; tetapi Yesus menghilang dan meninggalkan Bait Allah” (Yoh 8:51-19), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   “Keterbukaan” dalam bentuk apapun memang dapat menimbulkan ketegangan, misalnya: ada perempuan/gadis berpakaian minim alias terlihat jelas portur tubuhnya yang aduhai membuat banyak laki-laki yang melihatnya menjadi tegang dan pikiran kacau balau, berkata apa adanya di pengadilan, pertemuan atau rapat-rapat dapat menimbulkan ketagangan hati, otak dan perasaan orang yang tak bermoral atau koruptor, dst.. Yesus semakin membuka Diri siapa Dia sebenarnya menimbulkan ketegangan orang-orang Yahudi, sehingga ‘mereka mengambil batu untuk melempari Dia’. Keterbukaan dalam hidup beriman alias setia dan taat dalam penghayatan iman dalam hidup sehari-hari yang terwujud dalam bentuk kejujuran, disiplin, tekun, rajin dst.. di tempat kerja atau kantor dan masyarakat sering juga menjadi sorotan tajam dan orang yang demikian terancam untuk ‘dilemparkan keluar’juga dari kantor atau tempat kerja; maklum mentalitas materialistis yang menjadi nyata dalam bentuk korupsi dan tindakan amoral/kurang beriman marak di tempat-tempat kerja/kantor atau masyarakat kita. “Kamu masih muda, belum lama menjadi pegawai, jangan sok suci, jujur dst..”, begitulah kiranya kata hati orang-orang/pegawai senior yang korup ketika ada pendatang/pegawai baru yang jujur, baik, disiplin dan setia. Memang setia dan taat dalam penghayatan iman pada masa kini rasanya merupakan bentuk kenabian, dan nasib seorang nabi senantiasa ‘dikejar-kejar’, mau disingkirkan dan dibunuh. Bercermin dari bacaan Injil hari ini saya mengajak dan mengingatkan kita semua: marilah kita setia dan taat pada iman kita dan dengan demikian kita pasti akan menang, bahagia, damai, tenteram hidup kita sampai mati.
·   “Dari pihakmu, engkau harus memegang perjanjian-Ku, engkau dan keturunanmu turun-temurun”(Kej 17:9), demikian firman Tuhan kepada Abraham, bapa umat beriman. “Engkau akan menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Karena itu namamu bukan lagi Abram, melainkan Abraham, karena engkau telah Kutetapkan menjadi bapa sejumlah besar bangsa.”(Kej 17:4-5), demikian janji Tuhan kepada Abraham. Abram menjadi Abraham itulah pergantian nama yang dianugerahkan Tuhan, sebagai tanda bahwa Abraham menjadi bapa sejumlah besar bangsa. Karena baptisan, perkawinan, hidup membiara, belajar dan kemudian memperoleh gelar sarjana atau doktor dst., maka nama kita juga berubah atau ditambah: nama baru atau tambahan nama baptis/Tarekat atau singkatan gelar sarjana (Dr, Prof, MA dst..). Dibalik perubahan atau tambahan nama tersebut kiranya ada maksud atau janji yang terselubung, yaitu agar pemakai nama yang bersangkutan konsekwen atas perubahan atau tambahan nama. Percayalah jika kita konsekwen atas perubahan atau tambahan nama tersebut kitapun juga akan ‘menjadi bapa sejumlah orang/manusia’, artinya semakin tambah kenalan berarti semakin tambah sahabat dan kawan, semakin hidup sehat dan beriman. Maka marilah kita mawas diri perihal perubahan nama atau tambahan nama yang dikenakan pada kita masing-masing: apakah perubahan atau tambahan tersebut hanya untuk gengsi atau kesombongan ataukah cara bertindak kita berubah, tumbuh-berkembang semakin mengisi dan memaknai perubahan dan tambahan nama: semakin beriman, semakin kristiani/katolik, semakin saling mengasihi sebagai suami-isteri, semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan dan sesama, semakin cerdas beriman dst..sehingga semakin banyak orang menjadi semakin beriman dan diselamatkan.
“Carilah TUHAN dan kekuatan-Nya, carilah wajah-Nya selalu! Ingatlah perbuatan-perbuatan ajaib yang dilakukan-Nya, mujizat-mujizat-Nya dan penghukuman-penghukuman yang diucapkan-Nya, hai anak cucu Abraham, hamba-Nya, hai anak-anak Yakub, orang-orang pilihan-Nya “ (Mzm 105:4-6)

“Apa Yang Kuberikan Tidak Seperti Yang Diberikan Oleh Dunia Kepadamu”

(Kis 14:19-28; Yoh 14:27-31a)
“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Kamu telah mendengar, bahwa Aku telah berkata kepadamu: Aku pergi, tetapi Aku datang kembali kepadamu. Sekiranya kamu mengasihi Aku, kamu tentu akan bersukacita karena Aku pergi kepada Bapa-Ku, sebab Bapa lebih besar dari pada Aku. Dan sekarang juga Aku mengatakannya kepadamu sebelum hal itu terjadi, supaya kamu percaya, apabila hal itu terjadi. Tidak banyak lagi Aku berkata-kata dengan kamu, sebab penguasa dunia ini datang dan ia tidak berkuasa sedikit pun atas diri-Ku. Tetapi supaya dunia tahu, bahwa Aku mengasihi Bapa dan bahwa Aku melakukan segala sesuatu seperti yang diperintahkan Bapa kepada-Ku” (Yoh 14:27-31a), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
·   “Bersih diri dan bersih lingkungan”, demikian salah satu program kegiatan pemerintahan Orde Baru. Program kegiatan tersebut adalah ‘membersihkan alias mem-PHK’ pegawai atau pejabat pemerintah yang ‘berbau PKI’, maka mereka yang pernah ikut kegiatan PKI atau anak-cucu dari leluhur anggota PKI dipecat sebagai pegawai atau pejabat pemerintah. Konon tujuan program kegiatan tersebut adalah kesejahteraan dan kedamaian hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dampak dari program kegiatan ini antara lain pengangguran yang juga berakibat dengan tindakan jahat untuk mempertahankan hidup.  “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Janganlah gelisah dan gentar hatimu.”, demikian sabda Yesus. Yang diberikan atau diwartakan oleh Yesus adalah ‘kasih pengampunan’, sementara itu dunia (Negara) mewartakan ‘balas dendam’. ‘Kasih pengampunan’ Tuhan kiranya telah kita terima secara melimpah-ruah  melalui orangtua dan sesama kita dalam hidup sehari-hari, maka baiklah kita meneladan Yesus dalam mewartakan kasih pengampunan. Hemat saya yang dapat membuat damai sejahtera sejati adalah kasih pengampunan. “There is no peace without justice, there is no justice without forgiveness’ (Tiada perdamaian tanpa keadilan, tiada keadilan tanpa kasih pengampunan), demikian pesan Perdamaian Paus Yohanes Paulus II memasuki Millennium Ketiga. Mewartakan kasih pengampunan berarti tinggal meneruskan apa yang telah kita terima secara melimpah-ruah, maka tidak sulit alias mudah. Kepada anda sekalian yang telah menerima balas dendam kami ajak untuk  membalas atau menanggapi dengan ‘kasih pengampunan’.
·   “Di tempat itu mereka menguatkan hati murid-murid itu dan menasihati mereka supaya mereka bertekun di dalam iman, dan mengatakan, bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah kita harus mengalami banyak sengsara” (Kis 14:22), demikian berita perihal Paulus dan Barnabas. Rasanya berita ini layak kita tanggapi secara positif, artinya marilah kita bertekun di dalam iman meskipun untuk itu harus mengalami banyak sengsara. Memang dalam hidup bersama yang masih sarat dengan aneka macam bentuk kemesorotan moral saat ini bertekun dalam iman pasti akan mengalami banyak tantangan dan hambatan. Namun demikian marilah kita tidak gelisah, takut dan gentar ketika mengalami tantangan, hambatan atau sengsara, karena sebagai murid-murid atau pengikut Yesus kita dapat meneladan Dia, yang telah menempuh jalan sengsara dan penderitaan sampai wafat di kayu salib. Sengsara, derita dan salib sebagai konsekwensi dari kesetiaan dan ketaatan kita pada iman, panggilan dan tugas perutusan merupakan jalan menuju hidup damai sejahtera sejati, maka marilah kita hayati dengan rendah hati, gembira dan ceria. Dengan rendah hati, gembira dan ceria kita akan kuat menghadapi tantangan, hambatan dan sengsara, bahkan dapat mengatasinya. Memang untuk itu kita harus meneladan Yesus yang telah menyerahkan Diri kepada Allah dan dunia, artinya dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan menghayati dan melaksanakan panggilan maupun tugas perutusan. Kita persembahkan, kerahkan hati, jiwa, akal budi dan kekuatan atau tubuh kita sepenuhnya pada panggilan dan tugas perutusan. Dengan mempersembahkan diri seutuhnya kita tidak akan dimiskinkan melainkan diperkaya, tentu saja kaya akan keutamaan-keutamaan atau nilai-nilai kehidupan yang menyelamatkan atau membahagiakan jiwa. Ingat: suami-isteri yang sungguh saling mempersembahkan diri (sehati, sejiwa, seakal budi dan setubuh) telah melahirkan kegembiraan atau hidup baru yang menggembirakan.
“Segala yang Kaujadikan itu akan bersyukur kepada-Mu, ya TUHAN, dan orang-orang yang Kaukasihi akan memuji Engkau. Mereka akan mengumumkan kemuliaan kerajaan-Mu, dan akan membicarakan keperkasaan-Mu, untuk memberitahukan keperkasaan-Mu kepada anak-anak manusia, dan kemuliaan semarak kerajaan-Mu” (Mzm 145:10-12)